TUGAS MAKALAH PAI SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM LENGKAP KULIAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar belakang
      Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
     Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya yaitu Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung.
       Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
2.     Rumusan masalah
v Apa itu ajaran Islam ?
v Apa yang dimaksud sumber ajaran Islam?
v Apa saja sumber-sumber ajaran Islam?
v Apa saja isi yang terkandung dalam sumber ajaran Islam itu?


3.     Tujuan pembahasan
v Memenuhi salah satu tugas pendidikan agama Islam
v Mengetahui apa saja sumber ajaran islam.
v Mengetahui apa isi kandungan dari sumber-sumber ajaran Islam.
v Menambah pengetahuan tentang sumber ajaran islam untuk kelas 1 Y – Akuntansi.




BAB    II
PEMBAHASAN
    Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.
         Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam.
    Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah (kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”. Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis, kehendak ’penguasa’ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan.
    Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “ Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.”
    Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist. Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan memperguna kan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuka ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.

SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM
1AL-QUR’AN
Secara etimologi  =  Al-Qur’an –> Qara’a – Yaqra’u – Qur’anan yang berarti bacaan.
Secara terminologi Al-Qur’an adalah kalam Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, ditulis dalam Mushaf, diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah.
Al-Qur’an diwahyukan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun, 13 tahun sebelum hijrah hingga 10 tahun setelah hijrah.
FUNGSI AL-QUR’AN
1. Sebagai pedoman hidup.
2. Sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah swt. yang terdahulu.
3. Sebagai sarana peribadatan.
KANDUNGAN AL-QUR’AN
1.     Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah swt., malaikat, rasul, hari akhir, qadha dan qadar, dan sebagainya.
2.     Prinsip-prinsip syari’ah baik mengenai ibadah khusus maupun ibadah umum seperti perekonomian, pemerintahan, pernikahan, kemasyarakatan dan sebagainya.
3.     Janji dan ancaman.
4.     Kisah para nabi dan Rasul Allah swt. serta umat-umat terdahulu ( sebagai
i’tibar / pelajaran ).
5.     Konsep ilmu pengetahuan, pengetahuan tentang masalah ketuhanan ( agama ), manusia, masyarakat maupun tentang alam semesta.




2.  AS-SUNNAH
PENGERTIAN AS-SUNNAH / HADITS
Secara etimologi  =  jalan / tradisi, kebiasaan, adat istiadat, dapat juga berarti undang-undang yang berlaku.
Secara terminologi  as-sunnah/hadist adalah  berita / kabar, segala perbuatan, perkataan dan takrir ( keizinan / pernyataan ) Nabi Muhammad saw.
KEDUDUKAN AS-SUNNAH / HADITS
As-Sunnah adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an.Apabila as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan mengalami kesulitan-kesulitan seperti :
1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya, sedangkan mengikuti pola hidup Nabi adalah perintah al-Qur’an.
4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.
HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR’AN
1. Sebagai Bayan ( menerangkan ayat-ayat yang sangat umum).
2. Sebagai Taqrir ( memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an ).
3. Sebagai Bayan Tawdih ( menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ).

PERBEDAAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH / HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM
Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :
·       Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya.
·       As-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.
·       Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.
·       Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif
·        Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya.
·       As-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.
·       Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya.
·       Apabila as-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an
Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :
– Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat, sedangkan;
– Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-Qur’an.
As-Sunnah dibagi menjadi empat macam, yakni:
1)      Sunnah Qauliyah
            Yang dimaksud dengan Sunnah Qauliyah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW., yang berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, ahlak maupun yang lainnya. Contonya tentang do’a Rosul SAW dan bacaan al-Fatihah dalam shalat.
2)      Sunnah Fi’liyah
            Yang dimaksudkan dengan Sunnah Fi’liyah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW., berupa perbuatannya sampai kepada kita. Seperti Hadis tentang Shalat dan Haji.
3)      Sunnah Taqririyah
            Yang dimaksud Sunnah Taqririyah adalah segala hadts yang berupa ketetapan Nabi SAW. Membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya. Diantara contoh hadis Taqriri, ialah sikap Rosul SAW. Membiarkan para sahabat membakar dan memakan daging biawak.[1][12]
4)      Sunnah Hammiyah
       Yang dimaksud dengan Sunnah Hammiyah adalah hadis yang berupa hasrat Nabi SAW. Yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Dalam riwayat Ibn Abbas, disebutkan sebagai berikut:
Ketika Nabi SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagung-agungkan orang Yahudi dan Nasrani .Nabi SAW. Bersabda: Tahun yang akan datang insya’Allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR.Muslim)
Nabi SAW belum sempat merealisasikan hasratnya ini, karena wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura. Menurut Imam Syafi’iy dan para pengikutnya, bahwa menjalankan Hadits Hammi ini disunnahkan,  sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah yang lainnya.
3.  IJTIHAD
PENGERTIAN IJTIHAD
Secara etimologi  =  mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerja semaksimal munggkin.
Secara terminologi  ijtihad adalah  usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama yang memiliki syarat-syarat tertentu, untuk merumuskan kepastian hukum tentang sesuatu ( beberapa ) perkara tertentu yang belum ditetapkan hukumnya secara explisit di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
          Ijtihad secara bahasa berasal dari kata “jahada” yang berarti “mengerahkan segala kemampuan”. Sedangkan Ijtihad secara terminologi berarti mengerahkan segala kemampuan secara maksimal untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Orang yang menetapkan hukum dengan jalan ini disebut mujtahid. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun  hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.[2][13]
Menurut Mahmud Syaltut, Ijtihad atau al-Ra’yu mencakup 2 pengertian, yaitu :
1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat atau Hadits.
Dasar melaksanakan Ijtihad adalah al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 48!
48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.
LAPANGAN IJTIHAD
Ijtihad dapat dibagi menjadi 3 perkara, yaitu :
1. Perkara yang sama sekali tidak ada nashnya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Perkara yang ada nashnya, tetapi tidak Qath’i ( mutlak ) wurud ( sampai / muncul ) dan dhalala ( kesesatan ) nya.
3. Perkara hukum yang baru tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

KEDUDUKAN IJTIHAD
Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam yang ketiga terikat dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolut, sebab Ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan Ijtihad pun relatif.
2. Keputusan yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang, tetapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat, tetapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
3. Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
4.Berijtihad mempertimbangkan faktor motivasi, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa ajaran Islam.
5. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan Ibadah Makhdah.
Macam-macam Ijtihad yang dikenal dalam syariat islam, yaitu

1)      Ijma’
Yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW. sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2)      Qiyas
          Yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al-isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
3)      Istihsan
Yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan, atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
4)      Mushalat Murshalah
Yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.[3][16]
5)      Sududz Dzariah
Yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar janngan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
6)      Istishab
Yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
7)      Urf
Yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
Sedangkan Fungsi Ijtihad, antara lain sebagai berikut:
1)  Memberikan kebebasan berpikir kepada manusia untuk memecahkan beragam persoalan yang dihadapi dengan akal pikiran yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam;
2)  Memberikan kebebasan berpikir kepada umat Islam untuk kembali mengkaji hukum-hukum Islam yang telah lalu sehingga hukum tersebut tetap dapat digunakan untuk masa kini;
3)  Agar tidak terjadi kemandekan cara berpikir umat islam dan menghindari segala bentuk taklid (mengikuti dengan cara apa adanya);
4)  Untuk memberi kejelasan hukum terhadap persoalan-persoalan yang tidak ada ketentuan hukum sebelumnya.









BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
Sumber ajaran agama islam terdiri dari sumber ajaran islam primer dan sekunder. Sumber ajaran agama islam primer terdiri dari al-qur’an dan as-sunnah (hadist), sedangkan sumber ajaran agama islam sekunder adalah ijtihad.

SARAN
Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus mempelajari sumber-sumber ajaran agama islam agar agama islam yang kita pelajri sesuia dengan al-qur’an dan tuntunan nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam as-sunnah (hadist).




DAFTAR PUSTAKA
”Ijtihad,” www.wikipedia.com
 http\www.hikmatun.wordpress.com\pengertian al-qur’an
 http\www.google.com
http://makalah4all.wap.sh/Data/Kumpulan+makalah+pertanian/__xtblog_entry/9601685-makalah-sumber-ajaran-agama-islam?__xtblog_block_id=1












Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS PKN MAKALAH "PANCASILA SEBAGAI NILAI, NORMA, DAN MORAL" LENGKAP TUGAS KULIAH

ARTIKEL LINUX APLIKOM LENGKAP DENGAN TABEL, KELEBIHAN, DAN KELEMAHAN, SERTA SEJARAHNYA